KRISIS GLOBAL SEBAGAI TITIK BALIK BAGI INDONESIA
Oleh : M. Yogi E. Fadila
Tak bisa dihindari lagi! Kira-kira itulah kalimat yang sesuai untuk menggambarkan krisis keuangan yang sedang melanda dunia saat ini. Dimulai dari runtuhnya lembaga finansial di Amerika Serikat hingga menghantam perkebunan sawit di Indonesia krisis global bergerak menjalar bagaikan efek domino.
Krisis ini seakan membuka kenangan kita terhadap krisis yang pernah terjadi pada medio 1997-1998. masih membekas jelas dalam ingatan kita dimana pada saat itu harga-harga barang melambung tinggi akibat jatuhnya nilai rupiah terhadap dollar AS.
Pemerintah Indonesia, layaknya pada waktu krisis yang lalu, terus berkoar-koar bahwa keadaan keuangan kita aman. Namun apa yang terjadi? Century Bank pun pada akhirnya harus diambil alih pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan. Pengambil alihan yang diprakasai oleh Bank Indonesia ini bukan cerminan kondisi umum perbankan (Kompas, 22 November 2008).
Krisis global memang memaksa pemerintah diberbagai Negara mengeluarkan kebijakan yang “agak” kurang lazim dengan paham yang mereka anut. Jika di Indonesia ada kasus Century Bank, maka di Amerika Serikat pemerintahan Bush telah menyiapkan dana talangan sebesar 700 miliar dollar AS demi menyelamatkan beberapa perusahaan besar yang terancam bangkrut disana. Suntikan dana dari pemerintah ini jelas merupakan pelanggaran terhadap paham liberal yang selama ini diagung-agungkan oleh Amerika Serikat. Paman Sam terpaksa menelan ludahnya sendiri karena separuh dari dana talangan tersebut sudah dicairkan dan selebihnya akan dicairkan setelah Barack Obama dilantik pada tanggal 20 Januari 2009 nanti (Kompas, 24 November 2008).
Akan tetapi dibalik keruntuhan finasial ini tersimpan secercah harapan bagi Indonesia. Setidaknya demikian yang disampaikan National Intelligence Council. NIC memprediksikan pergeseran kekuatan ekonomi dari Amerika Serikat ke Negara-negara Asia. Indonesia, bersama Iran dan Turki, akan ikut memperebutkan pengaruh di pentas internasional (Kompas, 22 November 2008). Mengacu pada laporan itu sudah sepatutnya kita, bangsa Indonesia, menggunakan momen ini untuk bangkit dan merebut kejayaan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ekonomi kerakyatan, yang tidak bergantung pada kegiatan ekspor dan impor, perlu digalakkan kembali sehingga Indonesia mempunyai fondasi ekonomi yang kokoh jika krisis seperti ini kembali mengancam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar