Minggu, 15 Maret 2009

Lamb of God in Jakarta

Lamb of God, band metal asal Virginia, AS berhasil memuaskan dahaga para Metalhead Indonesia pada Senin malam 9 Maret 2009 lalu. Melalui konser yang bertajuk Lamb of God Wrath Tour yang diselenggarakan Solucites itu, LOG dapat melihat langsung antusiasme pecinta metal di Indonesia. Show dimulai dengan penampilan band metal lokal, Dead Squad. Band yang dimotori oleh Stepi Item ini berhasil memanaskan Tennis Outdoor Senayan yang malam itu diguyur hujan. Walaupun basah kuyup tak membuat para metalhead ber-headbang ria. Total ada lima lagu yang mereka mainkan termasuk hits Horror Visions yang terdapat pada album mereka. Kurang lebih setengah jam memekakkan telinga, Dead Squad pamit disusul dengan para crew panggung yang segera meniapkan set untuk LOG. Baru setelah sekitar setengah jam kemudian lampu panggung dimatikan disertai intro tanda show utama akan segera dimulai.
Randy Blythe (Vokal), Mark Morton (Gitar), Will Adler (Gitar), John Campbell (Bass) dan Chris Adler (Drum) langsung menggebrak dengan "Hourglass", nomor cadas yang mengubah penonton yang diam menjadi liar. Penonton yang berasal dari berbagai daerah selain Jakarta seperti, Malang, Yogyakarta, Jambi dll segera membentuk moshpit tepat didepan panggung. Tanpa jeda, intro "Laid to Rest" dikumandangkan oleh duet Mark dan Will. Lagu yang telah menjadi anthem ini memancing penonton untuk mer-moshing lebih gila lagi. Trouble yang dialami oleh gitar Mark seakan tidak dihiraukan karena riff-riff dari Will dan John serta ditopang oleh ketukan Chris mampu menjaga ritme agar tetap brutal.
Baru setelah dua lagu Randy menyapa penonton dengan, "Assalamu'aliakum, mother f*****!". Di sinilah kelihaian Randy sebagai vokalis patut dipuji karena pada saat yang bersamaan, gitar yang bermasalah tadi sedang diperbaiki. Randy berjanji akan kembali ke Indonesia jika album terbaru mereka, Wrath sukses di pasar Indonesia. Nomor epik "Walk with me in Hell" disambut gemuruh oleh penonton sebab lagu ini menghadirkan solo gitar yang indah namun tegas dari tangan Mark. Lagu ini langsung disambung dengan "Pathetic".
Bagi mereka yang sudah mendengar Wrath pasti ikut bernyanyi ketika "Set to Fail" dimainkan. Dari total 15 lagu yang dibawakan hanya ada 3 lagu baru yang diperkenalkan oleh LOG malam itu yakni "Set to Fail", "Fake Messiah", dan "Dead Seeds". Mungkin Randy dkk. belum mengetahui bahwa album baru mereka sudah beredar luas di Indonesia sebelum jadwal rilis resmi yang ditentukan.
Anyway, LOG berhasil menyihir penggemarnya dan konser ini menjadi show yang benar-benar dinikmati baik oleh penonton maupun oleh LOG sendiri. Para metalhead tidak segan-segan saling bertabrakan dan mengangguk-anggukan kepala seakan-akan ingin menyampaikan kepada LOG bahwa mereka tidak rugi memasukkan Jakarta kedalam tur mereka kali ini. Alhasil, LOG pun tampil secara maksimal apalagi Jakarta merupakan kota terakhir dari rangkaian tur ini.
Circle spin tercipta saat lagu "Vigil" mencapai klimaksnya. Ratusan penonton membentuk lingkaran yang jauh dari kesan indah. Dan puncak dari ritual anak metal ini adalah ketika LOG meminta penonton membelah kerumunan menjadi dua -sehinnga moshpit kosong- dan kembali bertubrakan menjadi satu saat lagu terakhir, "Black Label" dimainkan. Walaupun agak klise namun semua penonton menuruti permintaan idola mereka. Karena bagi semua yang hadir pada malam itu, konser Lamb of God adalah ajang mereka untuk lose control, keluar dari normal, dan dari insane jadi lebih gila lagi.
Sementara bagiku malam itu bukanlah sekedar tempat gila-gilaan atau mengekspresikan amarah namun juga kesempatan untuk bertemu teman lama sekaligus teman baru. That night wasn't about concert. It was an experience.

Jumat, 13 Maret 2009

Dear Mama...

Assalamu’alikum.
Ma, bagaimana kabar di sana? Adik masih sering sakit? Gimana papa di kantor barunya? Ogik di sini hanya bisa berdo’a agar mama dan kelurga di sana selalu dalam perlindungan allah SWT. Amin. Ogik nulis surat bukannya karena kehabisan duit untuk beli pulsa, walaupun sebenarnya pulsa memang lagi kritis, dan bukan pula karena HP digadaikan. Ogik rasa kalo lewat surat semua unek-unek akan lebih lancar untuk disampaikan dibanding lewat sms ato nelpon.
Ada kabar baik dan kabar kurang baik untuk mama. Kabar baiknya keadaan Ogik di sini baik-baik saja. Ogik masih makan teratur, tidur masih dibawah atap, dan belum naek angkot untuk ke kampus. Adem ayemlah pokoknya. Kabar kurang baiknya keadaan adem ayem tadi gak bakal bertahan lama lagi. Ogik tau mama sama papa sedang banting tulang untuk membiayai pendidikan kami berdua. Belum lagi keperluan rumah tangga di sana beserta segala tetek bengeknya. Belum lagi keadaan Adik yang sering kambuh-kambuhan yang pastinya membutuhkan pengobatan.
Tapi rumah keluarga besar kita yang dititipkan kepada Ogik membutuhkan pengeluaran yang besar. Listrik, air, dan uang keamanan komplek untuk bulan ini belum dibayar. Begitu pula dengan mobil yang dipaketkan beserta rumah tersebut, memerlukan perawatan yang rutin. Sementara empunya mobil seakakn-akan cuek dengan kesulitan ini. Padahal jika mobil itu rusak karena tidak terawat yang kembali di salahkan pastilah Ogik.
Dear mama, Ogik sebenarnya malu untuk merengek-rengek soal keuangan. Ditambah lagi mama sudah dua kali men-transfer uang bulan ini. Tapi untuk menegaskan lagi, bahwa kiriman kedua kemarin sepenuhnya digunakan untuk pembayaran biaya kuliah. Memang banyak orang bilang bahwa hidup di Jogja itu murah, tapi pendidikan di sini termasuk mahal bagi keluarga kita. Dan yang paling membuat kantong mama dan papa bocor ialah gaya hidup anakmu ini yang terlalu, bahkan selalu, mengikuti hawa nafsu. Tinggal di kota besar ternyata banyak godaannya. Dan terkadang godaan tersebut Ogik anggap sebagai kebutuhan. Ogik mulai terjebak dalam gaya hidup hedonis tanpa memikirkan keadaan mama yang bersusah payah memeras keringat di sana.
Sempat terpikir, apa tujuan Ogik di sini hanya untuk bersenang-senang? Untuk apa kuliah jauh-jauh di Jogja kalo ternyata menyusahkan mama dan papa? Dan tengoklah apa yang Ogik dapat sekarang. Selain kesulitan secara finansial, Ogik juga merasa depresi, sedih, dan cemas karena sudah hampir sebulan ini baik mama atopun papa tidak lagi menelpon. Mungkin mama dan papa sedang sibuk, tapi apa perlu sibuk berminggu-minggu tanpa memikirkan anak kalian yang menyusahkan ini?
Ogik harap sesampainya surat ini di tangan mama, mama akan meluangkan waktunya untuk sekedar nelpon ke Jogja dan mendengarkan keluh kesah dari Ogik. Minimal mama sudi untuk membalas surat ini.

Salam rindu anakmu

A Trip to Remember

Berat hati meninggalkan rumah. Tapi mata ingin jumpa dengan mereka, pahlawanku, penyalur amarahku, pembakar dendamku. With no money in my pocket dan bermodalkan empat lembar kaos dan sebuah jins, bersama Indra aku membeli tiket kereta seharga Rp. 35.000. Indra yg kuharapkan menjadi indera pendanaan selama diperjalanan ternyata sedang menderita penyakit yg juga sedang kuderita, penyakit kantong.
Apa yg digambarkan Ojan tentang kereta ekonomi ternyata lbh seram dari yg dia blg. Di situlah utk pertama kalinya aku melihat sebuah kereta yg terlebih dahulu telah terisi penuh sblm penumpang menjejalinya. Dilorong2 itulah aku kehilangan rasa belas kasihan dan membesarkan ego. Pada saat itu moral dan kebaikan tdk diharapkan datang.
Bagaimana kau bisa tidur jika bokongmu hampir sama dgn lantai kereta, kepalamu disenggol berbagai macam barang bawaan serta kakimu ditindih oleh kaki orang lain?
Belum lagi para penjaja makanan dan oleh-oleh(?) yg berteriak menjajakan dagangannya. Aku sempat bertanya, "apakah ini yg dinamakan pasar diatas rel?"
Sampai tulisan ini dimuat pantatku masih terasa pegal and this trip will stays forever.

The Hydrant 21.02.09

Holden 50-an.
Tattoo.
Rambut berminyak ala Elvis.
Sisir.
Celana ketat memperlihatkan isi selangkangan.
Fantofel.
Vynil.
Johnny Cash wanna-be.
Sound vintage.
Upright bass.
Jurus tiga kunci.
Mengumbar seksualitas.
Aku baru saja memasuki sisi paling nista sekaligus paling heboh dari Rock 'n Roll.
ROCKABILLY

Kamis, 15 Januari 2009

ANTI-FAGGOT

Hingga pukul 08.54 aku masih terbaring diatas busa yang panjangnya hanya sedikit lebih panjang dari tubuhku. Matahari pagi menujukkan permusuhannya dengan diriku. Dari jendela kamar dapat kurasakan seringainya mempengaruhiku untuk berdiri, meregangkan tubuh dan keluar dari persembunyiaanku.
Sambil menuju ruang TV aku raih dan pandangi dalam-dalam layar ponsel. Masih tidak ada kabar darinya, tidak ada SMS, missed call ataupun pertanda lain yang mengisyaratkan dia masih peduli. Terakhir kali Sonya menelpon hanya untuk mencampakkan aku. “Kita tak bisa terus-terusan begini,” ujarnya kala itu, “Aku memilih Andy,” tutupnya. Aku tak habis pikir apa yang Sonya lihat dari Andy. Terlepas dari kenyataan bahwa dia ganteng dan kaya, Andi adalah salah satu alas an mengapa kiamat semakin dekat. Dia berjalan dengan gemulai, berbicara halus dan lembut, dan tak pernah lupa pergi ke salon dua kali seminggu. Pakaiannya selalu membuatku ingin muntah. Skinny jeans, kemeja dengan dada terbuka atau terkadang kaos oblong yang super junkies yang selalu dipadankan dengan syal atau rompi. Semuanya terlihat matching dengan warna yang menarik, sekalipun ada di taman bunga dia tetap terlihat menonjol dengan warna yang mengalahkan bunga-bunga yang ada di taman.
Banyak orang, termasuk Sonya tentunya, menganggap Andy adalah seorang yang metroseksual. Sebuah kedok pria centil untuk memenuhi hasratnya agar secantik wanita. Bagiku Andy tak lebih dari seorang banci kaleng! He’s a total faggot. “Aku kasihan padamu Sonya,” ujarku saat meletakkan kembali ponsel keatas meja.
Apa yang di tawarkan TV hari ini? Pertanyaan itu membangkitkan keinginanku utnuk mengeluarkan kotak yang memiliki kaca tersebut. Dari sebuah saluran TV khusus berita seorang wanita cantik sibuk mempromosikan apartment di tengah Jakarta. “The Residences menawarkan kemewahan dan keeksklusifan bagi anda.” ujar wanita itu. “Kemewahan,”dan “Keekslusifan!” Dua kata yang membuat telingaku alergi selain kata “Gaul.” Itulah yang terjadi di Negara miskin kita ini. Kekayaan dan pangkat selalu menjadi patokan. Dan jika sudah kaya, para konglomerat ini tidak mau lagi berbaur dengan para kolor-melarat. Sehingga mereka lebih memilih tinggal di tempat yang mewah dan eksklusif. Channel berita ini jelas sekali sudah gagal dalam fungsinya sebagai media masyarakat luas. Channel ini telah menggali jurang pemisah yang sudah dalam antara si kaya dan si miskin dengan menjadi media masyarakat kaya.
Sebelum terpengaruh dengan doktrin mewah dan eksklusif dengan segera aku menekan tombol di remote utnuk mencari acara yang lebih wajar dibandingkan acara yang menawarkan mimpi memiliki apartment seharga milyaran rupiah itu.
Sebuah game show yang pesertanya banyak dengan konsep panggung layaknya belantara rimba menarik perhatianku. Ornamen-ornamen hutan buatan seperti pohon dan semak belukar menghiasi set game tersebut. Tak ketinggalan pula mascot game tersebut yaitu si Kera. Namun ketertarikanku berubah menjadi kegelian ketika Irfan dan Robin, host game tersebut, memasuki arena permainan. Sosok Irfan yang tinggi besar seketika runtuh saat dia berlenggak-lenggok ke panggung. Dia mengenakan kostum layaknya Tarzan dengan sepatu hak tinggi, lipstick, bulu mata palsu, dan bedak tebal. Robin tak mau kalah dengan dandanan yang serupa dan tak henti-hentinya ia menyunggingkan senyum sok kewanitaannya itu.
“Selamat pagiiiiiii……” mereka serentak melafalkannya, suaranya cempreng dan sama sekali tidak menunjukan bahwa mereka punya “bola”. Seketika itu juga aku beralih ke channel lain.
Infotainment atau apalah namanya, itulah yang kusaksikan saat ini. Cukup lama juga aku tidak memperhatikan berita dari selebriti Indonesia. Walaupun sebenarnya sudah dapat ditebak, jika bukan tentang artis muda yang baru merajut cinta, pasti akan muncul berita artis yang bercerai. Tapi pagi ini acara ini sangat nyeleneh, “Surat cinta Krishna Bekti kepada kekasihnya bocor ke media.” Lanjut pembawa acara itu, “yang mebuat heboh, ternyata kekasih Krishna itu adalah lelaki bernama Adi.”
Harus aku akui sejak Irfan dan Robin memandu acara TV yang hit, banyak sekali para banci yang muncul ke permukaan. Seakan-akan sudah ada pembenaran akan status mereka karena ketenaran Irfan dan Robin. Dan berita Khrisna ini mungkin merupakan gebrakan baru bagi homoseksual di Indonesia. Mereka tak malu-malu lagi menunjukan kelainan orientasi seks mereka.
Saat aku mengganti channel TV, aku menyaksikan acar talkshow yang dulunya sangat aku gandrungi. Yang mereka bicarakan selalu hal-hal ringan dan menarik. Tetapi pada saat acara tersebut mengganti host nya menjadi Holga, tiba-tiba saja selera menontonku hilang.
Apakah Negara kita ini akan menjado Faggot Nation? Ingin rasanya kau menyadarkan para banci-banci itu indahnya hidup sebagai laki-laki: merokok seenaknya, walaupun banci juga merokok, berpakaian seadanya, tidak perlu bersolek, berbicara kasar, mendapat perhatian dari wanita dan bercinta pada malam harinya. Sungguh rugi para banci-banci itu. Namun merebaknya kasus Royan mengurungkan niatku. “ Daripada mati sia-sia dalam potongan, lebih baik aku menikmati hidup.” Ujarku suatu ketika kepada teman yang juga anti faggot.
Sepuluh menit sebelum pukul 10.00 aku telah berada di tempat kerjaku. Sebelum aku memberitahu pekerjaanku dan dimana aku bekerja, aku ingin menegaskan bahwa apa yang aku katakana dan segala unek-unek tadi adalah sungguh-sungguh. Tidak ada keraguan dan kemunafika di dalamnya.
Saat aku mengambil senjata utamaku dalam bekerja yaitu pel dan ember seseorang mencolek pinggulku. “Eh, cepetan donk, nek!”dengan cempreng ia berkata, “ Pelanggan eke udah pada mau datang, bo!” dengan mata yang melotot dan muka kesal aku melengos pergi sambil mengatakan, “Ya!!” Banci tadi adalah pemilik tempat aku bekerja. Walaupun menjadi Cleaning Service haru disyukuri namun aku mengutuk pekerjaanku karena salon tersebut merupakan sarang banci se-Jakarta.
ANTARA SEKOLAH DAN PERGURUAN TINGGI. BEDAKAH?
Apa yang dirasakan para mahasiswa baru setelah masuk perguruan tinggi? Berbeda atau sekedar ganti status?

Tahun akademik 2008/2009 baru saja dimulai. Wajah-wajah segar berdatangan ke kampus untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Masing-masing dari mereka memiliki gambaran yang berbeda tentang dunia yang akan mereka geluti selama kurang lebih 4 tahun ini.
Namun setelah enam bulan berjalan, apakah yang mereka rasakan? Sesuaikah dengan yang mereka harapkan? Atau pembelajaran di perguruan tinggi sama halnya dengan pembelajaran yang mereka dapatkan pada tingkat sekolah?
“Sama aja, kita masuk tetap pagi kayak waktu di sekolah,” ujar Ermaya Widyastuti, mahasiswi jurusan ilmu komunikasi UGM angkatan 2008, “Cuma di sini (kuliah) lebih santai” lanjutnya. Menurut Ema, begitu dia biasa disebut, kuliah akan tetap sama dengan sekolah jika jadwal kuliah pagi dan kehadiran dikontrol ketat oleh dosen.
Lain halnya dengan Yaqin. Menurut mahasisiwa baru jurusan akuntansi Universitas Jambi ini kuliah mewajibkan kita untuk berpikir jauh ke depan hingga setelah wisuda, lanjutnya, “kalo di sekolah dulu kebanyakan have fun-nya”.
Dari segi materi, kuliah jauh berbeda dari sekolah. Di sekolah siswa diajarkan tentang hal-hal yang umum sedangkan kuliah mengajarkan hal-hal yang lebih spesifik. “Lebih banyak jurusannya”, ujar Ardy Putra, mahasiswa baru fakultas hukum Universitas Tarumanegara.
Perguruan tinggi memang menyediakan bermacam-macam jurusan yang dapat dipilih oleh mahasiswa sesuai dengan minat dan bakat mereka masing-masing. Tidak seperti SMA yang hanya menawarkan jurusan IPA, IPS atau Bahasa.
Bagaimana pula dengan kehidupan di kampusnya sendiri. “Sangat berbeda!” ungkap Ella Fitriani mahasiswi baru Fikom Universitas Padjadjaran. “Kalo dulunya urusan bersama sekarang jadi urusan pribadi, yang dulunya kerja sama sekarang jadi kerja mandiri dan kalo dulu diberi sekarang harus mencari”, lanjutnya. Dunia kuliah memang menuntut mahasiswa untuk menjadi dewasa dan mandiri. Semua urusan baik urusan kuliah maupun urusan rumah (bagi yang merantau) harus dilakukan serba sendiri. “Rasa kebersamaannya kurang terasa”, seperti dikatakan Suci Aisyah mahasiswi jurusan Akuntansi Universitas Jambi angkatan 2008.
Mau berbeda atau tidak itu semua tergantung pada masing-masing mahasiswa yang akan menjalani sekitar 4 tahun kehidupunnya di perguruan tinggi. Apakah akan meraih prestasi yang lebih baik daripada sewaktu sekolah atau hanya berganti status dari siswa ke mahasiswa.

Sabtu, 10 Januari 2009

Death Magnetic

Metallica kembali menggemparkan dunia lewat album terbarunya "Death Magnetic". James Hetfield cs. berhasil menggabungkan trash metal, yang melambungkan mereka dulu, dengan unsur - unsur metal modern.
Ramuan tersebut terbukti ampuh di lihat dari chart-chat dunia yang menempatkan Death Magnetic sebagai album no. 1. Tidak seperti album sebelumnya, kali ini Metallica kembali menghadirkan riff-riff gitar yang berat plus solo gitar yang mencengangkan. Duet James dan Kirk Hammet mampu mengingatkan kita akan masa-masa jaya mereka pada tahun 80an. Lars Ulrich banyak menambahkan porsi dobel pedal pada isian drumnya. Hal ini seakan menjawab tantangan dari band-band muda yang juga mengandalkan dobel pedal. Kerapatan kaki Lars mampu diimbangi dengan baik oleh Rob Trujillo. Permainan bassnya menciptakan ritme yang membuat kepala kita "ber-headbang" ria.
Tak Pelak lagi, Metallica adalah band yang paling ditunggu-tunggu baik album maupun shownya saat ini.