Jumat, 13 Maret 2009

A Trip to Remember

Berat hati meninggalkan rumah. Tapi mata ingin jumpa dengan mereka, pahlawanku, penyalur amarahku, pembakar dendamku. With no money in my pocket dan bermodalkan empat lembar kaos dan sebuah jins, bersama Indra aku membeli tiket kereta seharga Rp. 35.000. Indra yg kuharapkan menjadi indera pendanaan selama diperjalanan ternyata sedang menderita penyakit yg juga sedang kuderita, penyakit kantong.
Apa yg digambarkan Ojan tentang kereta ekonomi ternyata lbh seram dari yg dia blg. Di situlah utk pertama kalinya aku melihat sebuah kereta yg terlebih dahulu telah terisi penuh sblm penumpang menjejalinya. Dilorong2 itulah aku kehilangan rasa belas kasihan dan membesarkan ego. Pada saat itu moral dan kebaikan tdk diharapkan datang.
Bagaimana kau bisa tidur jika bokongmu hampir sama dgn lantai kereta, kepalamu disenggol berbagai macam barang bawaan serta kakimu ditindih oleh kaki orang lain?
Belum lagi para penjaja makanan dan oleh-oleh(?) yg berteriak menjajakan dagangannya. Aku sempat bertanya, "apakah ini yg dinamakan pasar diatas rel?"
Sampai tulisan ini dimuat pantatku masih terasa pegal and this trip will stays forever.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar